Aku dan Tokoh Utama Hidupku

"You are the main character of your life"

Sering ngga sih dengar atau baca kutipan yang kurang lebih intinya begitu ? Kutipan ini bisa diartikan bahwa hidup itu di tangan kita masing-masing, kita yang menentukan mau hidup seperti apa, mau jadi apa, perasaan yang ingin dirasakan entah sedih atau bahagia, dan segala keputusan yang harus kita ambil itu berada di tangan kita, karena kita adalah tokoh utama dalam hidup yang kita pegang. Aku berpikir bahwa kutipan ini mengandung energi positif dan optimis tentang hidup. Seakan-akan, segala hal dapat aku lakukan, dapat aku raih, karena aku tokoh utama dalam hidupku. Dan karena aku adalah tokoh utama dalam hidupku, maka tidak hanya hal-hal besar saja yang harus kuperhatikan, namun juga hal terkecil sekalipun.

Perkembangan zaman pun ternyata tak membuat kutipan ini ketinggalan zaman, karena jelas selama manusia masih ada maka kutipan ini akan tetap eksis. Namun, zaman ternyata mampu menambah, mengurangi, atau bahkan mengubah maksud dari kutipan tersebut, meskipun aku juga tidak tahu pasti makna konkritnya. Berhubungan dengan zaman, siapa yang tidak kenal media sosial ? Umat manusia dari berbagai lapisan pasti mengenalnya meskipun tidak semua menggunakannya.  Media sosial yang awalnya bertujuan untuk mempermudah sosialisasi, kini lebih dari sekadar itu.  Sebagai contoh yakni Instagram, yang sekarang ini bisa dikatakan sebagai ajang unjuk citra diri dan bahkan pamer. Tentu aku tidak bilang semua penggunanya menggunakan untuk hal itu, tapi tentu bisa dilihat kan bagaimana Instragram sekarang ini? Tidak akan ada cantuman presentase mengenai survei tujuan penggunaan Instragram, aku tidak melakukan riset dan tidak paham penghitungan statistika. Tapi sekali lagi, bisa dilihat dengan jelas kan ? Let's be honest. Lalu kaitannya dengan kutipan di awal ? Media sosial, dengan Instagram sebagai contoh, mendukung kemunculan rasa ingin eksis yang tinggi. Tidak hanya sekedar eksis, namun juga narsis. Berlomba-lomba memamerkan diri dengan kekayaan, kecantikan, intelektualitas, dan lain-lain. Hal ini mampu mendorong orang-orang untuk sangat-sangat fokus membandingkan dirinya dengan orang lain, dari berbagai aspek. Tapi, ya sudahlah. Aku kan karakter utama dalam hidupku, sehingga wajar aku ingin membuat diriku menjadi versi terbaik, walau dengan menggunakan orang lain sebagai standar.  Cameo dilarang ikut campur.

 Aku tenggelam dalam pikiran dan beban mengenai eksistensi dan bagaimana aku memberikan versi terbaik diriku, untuk dilihat orang lain. Aku sibuk dengan diriku, sampai tidak memedulikan orang lain yang bahkan sebenarnya tidak peduli dengan jerawatku, berat badanku,  bahkan kekayaanku. Aku terlalu khawatir untuk hidup. 

Padahal, sebenarnya aku tahu bahwa dalam hidup aku tidak hanya menjadi individu. Menjadi bagian dari masyarakat, memangku kepentingan kolektif juga bagian dari hidupku. Hidup bermasyarakat dengan minimal saling senyum dan bertegur sapa juga bagian hidup ini. Kekhilafan akan diri sebagai tokoh utama juga membuat lupa bahwa alam tidak dapat terlepas dari hidup ini. Asalkan bisa membayar makanan dan minuma yang aku makan, semua urusan beres! Apa lagi ? Hanya perlu fokus dengan diri sendiri kan?

 Terlepas dari makna kutipan di awal dan bagaimana peran tokoh utama seharusnya berjalan, hidup yang dimiliki tidak seutuhnya milik sang pemilik. Tetap harus dibagi, sedikit saja juga tidak apa-apa.

Idih, aku sangat keterlaluan! Bisa-bisanya orang yang belum memiliki pencapaian apalagi menyumbang kebermanfaatan membuat orang lain membaca tulisan ini. Tapi, biar saja. Aku kan tokoh utamanya.

Komentar

Postingan Populer